Hari Raya Qurban



فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰه مِنَ الصّٰبِرِيْنَ


Maka ketika anak itu sampai [pada umur] sanggup berusaha bersamanya, [Ibrahim] berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia [Ismail] menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan [Allah] kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (ash-Shaffat: 102)


Qurban berarti dekat, secara bahasa, sebab ia terambil dari kata قرب. Karenanya, memberi hewan untuk disembelih dan dibagikan kepada warga merupakan bentuk "qurban": cara untuk mendekatkan sang hamba pada Tuhannya.


Secara gampang, qurban adalah ongkos yang harus dibayar untuk mencapai apa yang dituju. Sebab itu bisa dibenarkan andai ada yang berkata bahwa Qurban ibarat sebilah lidi: patah di tengah agar saling bertemu sisi.


Lalu apa sebenarnya yang hendak dikurbankan oleh nabi Ibrahim? Ya, semua mengetahui bahwa ia adalah putra yang dicintainya. Namun hal unik bisa kita ambil pelajaran, manakala nabi Ibrahim memanggil putra beliau dengan kata yā bunayya. 


Kata ini seakar dengan ibn atau banaw, yang memiliki makna dasar asy-syai` yutawalladu ‘an asy-syai` (sesuatu yang muncul dari hal lain), demikianlah tulis Ibn Faris dalam Maqāyis al-Lughāhnya.


Sebab itu, dalam bentuk isyāri, "putra" adalah apapun yang dihasilkan dari sebuah perjuangan luar biasa. Maka siapapun yang memiliki ‘putra’ seperti ini, selayaknya untuk dikurbankan. Semisal penuntut ilmu yang giat dan memiliki ‘anak’ berupa gelar akademis yang beragam, ia tetap harus disembelih dengan cara tetap belajar dan tak berhenti berguru. Seorang ahli ibadah yang istiqamah dan memiliki ‘anak’ dengan status imam, tetap harus disembelih dengan cara mau ikut bermakmum. Pejuang rupiah yang rajin mengais nafkah hingga memiliki ‘anak’ berupa gelar hartawan, mesti dikurbankan dengan cara membayar zakat. Itulah segelintir contoh tentang ‘anak’ yang dihasilkan dari kerja keras seseorang, apapun statusnya.


Kabar baiknya, sembelihan itu tak lain agar manfaatnya berpulang pada si pemilik, sebagaimana kesanggupan nabi Ibrahim menunaikan perintah, dan kesabaran nabi Ismail menanggung hal itu, Allah pun mengabarkan berita luar biasa:


وَفَدَيْنٰهُ بِذِبْحٍ عَظِيْمٍ. وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِى الْاٰخِرِيْنَ ۖ. سَلٰمٌ عَلٰٓى اِبْرٰهِيْمَ. كَذٰلِكَ نَجْزِى الْمُحْسِنِيْنَ


Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Dan Kami abadikan untuk Ibrahim [pujian] di kalangan orang-orang yang datang kemudian, “Selamat sejahtera bagi Ibrahim”. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. QS. Ash-Shaffat: 107-11


Demikian tulisan singkat ini, sedang buru-buru ngipasin sate kurban. Semoga di lain waktu ada kesempurnaan menyampaikan bentuk pembacaan lain dari ayat-ayat yang bersebaran di atas.


Penulis: Ibrahim

Editor  : Yakin



0 Komentar