Kelahiran Sang Purnama


Tatkala Nur Muhammad dirasukkan ke kandungan Siti Aminah, buah-buah pohon menjadi matang. Tetumbuhan mendekat ke para pemetik buahnya. Hewan-hewan ternak orang Quraisy bisa bicara dengan bahasa Arab. Singgasana raja Persia rubuh. Berhala-berhala Mekkah runtuh. Binatang liar menjadi jinak karena gembira. Sihir para dukun sirna gunanya. 


Di malam kelahiran Muhammad, Siti Aminah didatangi Asiyah (istri Fir'aun) dan Maryam (ibu Isa). Bintang-bintang meluncur menghajar para syetan yang mau mencuri berita langit. Cahaya berpendar terang di langit Romawi; begitu terangnya hingga orang jauh di Mekkah bisa melihatnya. Api orang Majudi di Mada'in padam. Kediaman Raja Persia Anusyirwan goncang. Danau antara Hamadan dan Qum Persia kering airnya. Jurang-jurang di padang pasir muncul airnya jadi oase. Muhammad pun dilahirkan dalam kondisi sudah terkhitan, putus ari-arinya, dan bercelak mata.


Demikianlahlah kenangan yang tumbuh subur di belantara ingatan para sahabat dan ahli syair yang dilipat ke dalam rangkaian huruf di sekujur tubuh kata, diliput dari manusia-manusia pilihan yang menjadi saksi sejarah akan kelahiran manusia paling agung: mahluk paling mulia yang begitu mencintai Tuhan dan Tuhan pun sangat mencintainya.


Di bumi Nusantara, Maulid nabi memiliki beragam nama (term) dan nomenklatur yang berbeda di antara satu daerah dengan daerah yang lainnya. Di Yogyakarta ada perayaan gerebeg maulud Kata 'grebeg' berarti mengikuti. Sehingga Grebeg Maulud diartikan sebagai proses mengikuti Sultan Yogyakarta yang keluar dari keraton untuk merayakan kelahiran Nabi Muhammad. Ya, para sultan dan pembesar keraton keluar menuju Masjid Agung dengan membawa gunungan makanan. Setelah itu akan diselenggarakan doa bersama dan upacara, hingga disusul dengan perebutan gunungan oleh warga.


Selain gerebek maulud di Yogyakarta ada juga "sekaten" sebuah rangkaian kegiatan tahunan untuk menyambut kelahiran Nabi, konon katanya dinamakan sekaten karena dahulu para ulama atau para wali menjadikan kegiatan Sekaten sebagai media untuk mengucapkan dua kalimat syahadat (syahadatain) yang kemudian menjadi sekaten.


Sedangkan di Bangkalan (pulau Madura) penduduk setempat menyebut hari kelahiran Nabi dengan term "molodhen" yang diambil dari kata maulid dalam bahasa Arab. Sebelum perayaan Molodhen tersebut dimulai umumnya para ibu-ibu dan remaja putri datang ke masjid atau mushalla dengan menyunggi talam yang di atasnya berisi tumpeng serta aneka macam buah-buahan yang dikenal dengan istilah "Cocokan/Cocoghen" yang nantinya setelah selesai pembacaan doa, tumpeng dan buah-buahan tersebut dibagikan kembali kepada undangan yang datang dalam Molodhen tersebut. Selama satu bulan penuh (Rabi'ul awwal) masyarakat Madura merayakan maulid Nabi tanpa jeda melantunkan puji-pujian kepada nabi (al barzanji) dari rumah ke rumah, dari skala kecil ke besar dan dari madrasah ke masjid.


Sejarah Maulid Nabi sendiri memiliki berbagai versi. Awal mula peringatan Maulid Nabi Muhamad SAW diadakan pada abad ke-4 Hijriah oleh Dinasti Fathimiyyun di Mesir. Dinasti ini berkuasa pada rentang tahun 362-567 Hijriah. Dinasi Fathimiyyun ini juga mengadakan hari Asyura, Maulid Ali, Maulid Hasan, Maulid Husein, Maulid Fatimah dan lain sebagainya. Perayaan Maulid sempat dilarang oleh Al-Afdhal bin Amir al-Juyusy dan kembali diperbolehkan pada masa Amir li Ahkamillah pada 524 H.


Perayaan maulid kembali dilakukan pada masa kepemimpinan Salahuddin Al Ayyubi (Saladin) pada tahun 1183 (579 Hijriah) atas usulan saudara iparnya, Muzaffaruddin. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan dan mengangkat kembali semangat juang Islam yang kala itu sedang berada di fase kritis di tengah-tengah maraknya perayaan natal.


Berangkat dari beberapa keresahan itulah kemudian digelar sebuah sayembara membuat puji-pujian (sya'ir) untuk sang Baginda Nabi dan dimenangkan oleh Syaikh Ja'far al barzanji yang kemudian dibukukan menjadi kitab Al Barzanji yang saat ini senantiasa disenandung-pujikan dan seringkali berbisik di kedua belah telinga, namun pendar-binarnya sanggup tembus ke ceruk terjauh dalam jiwa.


أنت شمس أنت بدر * أنت نور فوق نور

أنت إكسير وغالى * أنت مصباح الصدور


begitulah. Sebuah kasidah yang mengabarkan bahwa Nabi memang mentari dalam pancar-cahayanya, namun rembulan di teduh sinarnya. Sebab itu, ia menapaki kirana tertinggi dibanding nur yang lain. Nabi juga emas mulia tak ternilai yang terpatri dalam saripati jiwa dan sanggup menjadi penjernih bagi dada di tiap-tiap kita


اللهم شرّفْنا برؤية سيدنا وحبيبنا وشفيعنا ونور قلبوبنا، محمّد رسول الله صلى الله عليه وسلم. آمين


0 Komentar